Selamat Datang Diblogger Mohammad Nasir

Selasa, 21 April 2009

Aurat Muslimah di depan Muslimah

wanita

aurat artinya anggota badan yang harus ditutupi seorang muslim atau muslimah. Aurat muslimah meliputi aurat yang harus ditutupi pada waktu sholat dan aurat di luar waktu sholat. Aurat muslimah pada waktu sholat adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.

Untuk yang kedua, aurat muslimah terbagi menjadi aurat muslimah di depan laki-laki (baik mahrom atau tidak) dan aurat muslimah di depan sesama muslimah dan di depan perempuan non-muslimah.

Assalamu`alaikum wr. wb.

Ada beberapa pendapat ulama mengenai hal ini, yaitu :

Pertama, menurut Imam Syafi’i (pendiri madzab Syafi’i) dan Imam hanafi, aurat muslimah di depan laki-laki yang mahrom dan perempuan muslimah atau kerabat dekatnya adalah antara pusar hingga lutut.

Kedua, menurut Imam Malik (pendiri madzhab Maliki) adalah seluruh badan kecuali wajah, kepala, leher, kedua tangan dan kedua kaki.

Ketiga, menurut Imam Ahmad (pendiri madzhab Hambali) aurat perempuan adalah seluruh badannya kecuali wajah, tangan, kepala, kaki, dan betis.

Bagi madzhab Hambali dan Hanafi telapak kaki bukanlah aurat. Oleh karena itu madzhab Hanafi tidak mewajibakan muslimah menutup telapak kaki dalam sholat.

Sedang aurat muslimah di depan perempuan non-muslimah, pendapat Syafi’i dan Hanafi mengatakan bahwa aurat muslimah di depan mereka adalah seluruh badan kecuali yang umum terlihat ketika menjalankan pekerjaan rumah sehari-hari, artinya dalam batas menggunakan pakaian rumah.

Sedang menurut Hambali dan Maliki adalah seperti aurat muslimah di depan muslimah, yaitu antara pusar dan lutut.

Kedua pendapat tersebut bersumber dari panafsiran ayat : 31 surah al-Nur : Katakanlah kepada wanita yang beriman : "hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara-saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara-saudara perempuan mereka, atau "wanita-wanita" (mereka)......"

Menurut Hanbali, kata "wanita-wanita (mereka)" bermakna perempuan pada umumnya, tanpa beda antara perempuan muslimah atau non-muslimah. Maka diperbolehkan bagi muslimah untuk memperlihatkan perhiasannya kepada perempuan non-muslimah apa yang diperbolehkan untuk di perlihatkan kepada muslimah dan muhrimnya.

Sedang Imam syafi’i dan Imam Hanafi menegaskan bahwa kata "wanita-wanita" adalah khusus untuk muslimah, maka tidak dihalalkan bagi muslimah untuk memperlihatkan auratnya ataupun perhiasannya di depan perempuan non muslimah, kecuali dalam batas yang umum dalam menjalankan pekerjaan rumah sehari-hari.

Qurtubi (seorang ulama Maliki) dalam tafsirnya (12/232) menjelaskan "Seorang muslimah tidak boleh membuka auratnya di depan non muslimah, kecuali ia adalah hamba sahayanya, sesuai dengan ayat 31 surah al-Nur". Ibnu Juraij, Ubadah bin Nasi dan Hisyam al-Qari' membenci/melarang non muslimah berciuman (cara bersalaman untuk perempuan ala Arab) dan melihat aurat muslimah, mereka menafsirkan kata "dan perempuan-perempuan mereka" dengan muslimah. Ubadah bin Nasi berkata "Umar r.a. pernah berkirim surat kepada Ubadah bin Jarrah, 'Aku mendengar bahwa wanita non muslimah, di wilayahmu, telah terbiasa masuk ke kamar mandi muslimah, maka jangan lah itu terjadi lagi, karena non muslimah tidak boleh melihat muslimah dalam keadaan terbuka aurat.'" Kemudian Abu Ubaidah menyerukan kepada rakyatnya "Barangsiapa dari kaum wanita (non muslimah) yang memasuki kamar mandi muslimah dengan tanpa alasan yang pasti, maka akan celakalah dia".

Ibnu Abbas berkata : Seorang muslimah (auratnya) tidak boleh terlihat oleh wanita nasrani atau yahudi, khawatir kalau akan diceritakan kepada suaminya. Selanjutnya Qurtubi menjelaskan "Dalam masalah ini telah terjadi perbedaan antar para ulama. Kalau wanita tersebut hamba sahaya maka boleh saja melihat tuannya muslimah, kalau tidak maka tidak boleh karena telah terputusnya hubungan ukhuwah dengan non muslimah sebagaimana banyak dijelaskan."

Menurut syeh Atiyah Muhamad Saqr, seorang mufti Mesir : hubungan muslimah dan non muslimah adalah seperti hubungan muslimah dengan non muhrimnya, artinya aurat mereka adalah seluruh badan kecuali telapak tangan dan muka.

Jadi kesimpulannya : wanita muslimah apakah harus berjilbab di depan non muslimah? terdapat dua pendapat ulama. Untuk lebih berhati-hati tentu pendapat kedua akan lebih baik, namun aspek etika dan kemaslahatan agama tetap harus dipertimbangkan dan diperhatikan dalam masalah ini. Meskipun di sana terdapat pendapat yang mengatakan bahwa aurat muslimah di depan muslimah dan di depan laki-laki muhrim adalah antara pusar hingga lutut, namun ini bukan berarti sebatas itu seorang muslimah harus menutupi auratnya, namun yang tersirat dalam ajaran manutupi aurat adalah agar menjaga kesopanan dan tetap berhati-hati dalam bermu'asyarah meskipun dengan muhrim.

Bagi muslimah, di depan perempuan muslimah dan lelaki muhrimnya harus tetap berhati-hati dan menjaga kesopanan dan hanya membuka aurat sebatas kebutuhan, misalnya karena pekerjaan rumah atau pengobatan. Apalagi di depan non muslimah atau di depan non muhrim, tentu selayaknya ia harus lebih berhati-hati dalam menutup auratnya.

Wallahu a`lam. Semoga membantu.


Wassalamu'alaikum wr. wb.


Sumber : pesantrenvirtual.com

Senin, 13 April 2009

sabar

Ketika sabar diperintahkan Allah kepada kita semua, maka Diapun adakan sebab-sebab yang
membantu dan memudahkan seseorang untuk sabar. Demikian juga tidaklah Allah
memerintahkan sesuatu kecuali membantu dan mengadakan sebab-sebab yang memudahkan
dan membantu pelaksanaannya sebagaimana Ia tidak mentaqdirkan adanya penyakit kecuali
menetapkan obatnya.
Sabar walaupun sulit dan tidak disukai jiwa, apalagi bila disebabkan kelakuan dan tindakan
orang lain. Akan tetapi kesabaran harus ada dan diwujudkan. Ada beberapa kiat yang dapat
membantu kita dalam bersabar dengan ketiga jenisnya, diantaranya:
1. Mengetahui tabiat kehidupan dunia dan kesulitan dan kesusahan yang ada disana, sebab
manusia memang diciptakan berada dalam susah payah, sebagaimana firman Allah:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (QS. 90:4)
2. Beriman bahwa dunia seluruhnya adalah milik Allah dan Dia memberinya kepada orang
yang Dia sukai dan menahannya dari orang yang disukaiNya juga.
3. Mengetahui besarnya balasan dan pahala atas kesabaran tersebut. Diantaranya:
- Mendapatkan pertolongan Allah, sebagaimana firmanNya: Dan Allah beserta orang-orang
yang sabar”. (QS. 2:249)
- Mendapatkan sholawat, rahmat dan petunjuk Allah, sebagaimana firmanNya: Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa
lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna
dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.
2:155-157)
- Sabar adalah kunci kesuksesan seorang hamba, sebagaimana dijelaskan Allah dalam
firmanNya: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya
kamu beruntung. (QS. 3:200).
- Yakin dan percaya akan mendapatkan pemecahan dan kemudahan sebab Allah telah
menjadikan dua kemudahan dalam satu kesulitan sebagai rahmat dariNya. Inilah yang
difirmankan Allah: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. 94:5-6)
- Memohon pertolongan kepada Allah dan berlindung kepadaNya, karena Allah
satu-satunya yang dapat memberikan kemudahan dan kesabaran.
- Beriman kepada ketetapan dan takdir Allah dengan meyakini semuanya yang terjadi
sudah merupakan suratan takdir. Sehingga dapat bersabar menghadapi musibah yang ada.
- Ikhlas dan mengharapkan keridhoan Allah dalam bersabar. Hal ini dijelaskan Allah dalam
firmanNya: Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi
atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang
mendapat tempat kesudahan (yang baik), (QS.Al Ra’d 13:22)
- Mengetahui kebaikan dan manfaat yang ada dalam perintah dan keburukan yang ada
dalam larangan. Ibnul Qayyim menyatakan: Apabila seorang mengetahui kebaikan yang ada
pada amalan yang diperintahkan dan akibat buruk dan kejelekan yang ada pada amalan yang
dilarang sebagaimana mestinya. Kemudian ditambah dengan tekad kuat dan motivasi tinggi
serta harga diri maka insya Allah akan dapat bersabar dan semua kesulitan dan kesusahan
menjadi mudah baginya.
- Menguatkan factor pendukung agama dalam setiap kali menghadapi perintah, larangan
dan musibah yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan empat perkara:
- Mengagungkan Allah yang maha mendengar dan meilhat. Seorang yang senantiasa ada
di hartinya pengagungan terhadap Allah, tentunya dapat bersabar dalam melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan. Bagaimana Dzat yang maha agung dimaksiati padahal Dia
maha melihat dan mendengar?
- Menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, sehingga ia melaksanakan perintah dan
meninggalkan kemaksiatan karen mencintai Allah. Demikian juga akan bersabar atas ujian
kekasihnya. Hal ini disebabkan orang yang mencintai tentu akan menaati kekasihnya dan tidak
ingin dimurkai serta dapat menahan diri atas semua ujian yang diberikan kepadanya.
- Menampakkan dan mengingat nikmat dan kebaikan Allah, sebab orang yang mulia tidak
akan membalas kebaikan orang lain dengan kejelekan. Oleh karena itu mengingat nikmat dan
karunia Allah dapat mencegah seseorang dari bermaksiat karena malu denganNya dan
memotivasi melaksanakan perintahNya serta merasa semua musibah yang menimpanya
merupakan kebaikan yang Allah karuniakan kepadanya.
- Mengingat kemarahan, kemurkaan dan balasan Allah, karena Allah akan marah bila
hambaNya dan bila murka tidak ada seorangpun yang dapat menahan amarahNya. Sehingga
dengan melihat sepuluh kiat dari kiat-kiat bersabar dalam tiga jenis kesabaran ini,
mudah-mudahan dapat menjadikan diri kita termasuk orang-orang yang bersabar.